Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Artikel : Aktualisasi Program CSR Bagi Perpustakaan dan Masyarakat

Artikel : Aktualisasi Program CSR Bagi Perpustakaan dan Masyarakat - Perpustakaan sebagai pusat dokumentasi dan informasi bagi masyarakat yang membutuhkan informasi. Perpustakaan dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berhubungan diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang saling berhubungan dan tak terpisahkan. Keduanya saling melengkapi dan bergandengan erat dalam upaya mewujudkan hubungan yang harmonis tersebut. 

Artikel : Aktualisasi Program CSR Bagi Perpustakaan dan Masyarakat

Perpustakaan dengan kemampuan “mengolah dan menyajikan” informasi serta segala fasilitas yang dimiliki, terus mengembangkan diri dalam melayani pemakai informasi. Begitu juga dengan masyarakat sebagai klien perpustakaan, akan terus memahami, menghayati dan memaknai pentingnya informasi dalam kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat akan terus memanfaatkan perpustakaan sebagai rantai penghubung sejarah bagi masa lalu, pijakan bagi kehidupan di masa sekarang, dan merupakan pembimbing untuk melangkah ke masa depan.

Saat ini, sudah waktunya masyarakat diposisikan sebagai subjek layanan perpustakaan, sekaligus bertindak sebagai aktor yang memiliki peran penting dalam pengembangan perpustakaan. Karena partisipasi masyarakat dalam pengembangan perpustakaan dapat diwujudkan dalam bentuk materi, berupa uang, buku atau barang-barang lainnya dapat dimanfaatkan perpustakaan sebagai sarana pendukung layanan. Sedangkan saran-saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan perpustakaan dalam usaha mewujudkan perpustakaan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Berdasarkan saran-saran ini perpustakaan dapat berbenah guna menutupi kekurangannya dan mengembangkan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Oleh sebab itulah, dalam hubungannya dengan masyarakat maka perpustakaan sebagai sumber informasi dan dokumentasi memerlukan  suatu konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini telah dipopulerkan oleh setiap perusahaan swasta. Sedangkan  Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri mulai popular dikalangan industri Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kalangan industri memandang keberadaan CSR dalam perusahaannya sangat membantu kemajuaan usahanya, hal tersebut dapat terindikasi dari keaktifan pihak swasta dalam menyeimbangkan image antara dukungan masyarakat dengan laba yang di dapat oleh perusahaan. 

Suatu konsep dari masyarakat oleh masyarakat teraktualisasikan melalui kegiatan atau program-program CSR. Oleh sebab itulah Corporate Social Responsibility (CSR)  dalam perpustakaan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat dengan beberapa pertimbangan. Pertama, karena perpustakaan merupakan sarana pendidikan baik formal maupun non formal yang memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan intelektual bangsa, sehingga dengan memajukan serta mengembangkan perpustakaan maka dapat dikatakan bahwa geliat Corporate Social Responsibility (CSR)  telah membantu upaya mencerdaskan bangsa sekaligus mempopulerkan perpustakaan itu sendiri. Kedua, karena perpustakaan merupakan public service area yang banyak dikunjungi masyarakat. 

Dengan memberi suport dan mengairahkan perpustakaan dengan mengadakan kegiatan atau event yang memacu minat baca masyarakat atau minat berkunjung masyarakat ke perpustakaan, maka perpustakaan dapat lebih meningkatkan kiprahnya dalam memenuhi fungsinya sebagai sarana simpan karya manusia, sebagai pusat informasi, sebagai pusat rekreasi, sebagai pusat budaya dan sebagai sarana belajar masyarakat.

Selain itu, pihak CSR perpustakaan juga dapat melakukan penawaraan kerjasama dengan pihak perusahaan swasta dalam perannya untuk memajukan perpustakaan dengan sistem keuntungan populerisasi logo dan nama perusahaan tertentu di perpustakaan sebagai bagian ajang promosi perusahaan tersebut. Atau juga dalam setiap event yang digelar oleh pihak CSR perpustakaan, dapat melibatkan komponen swasta untuk mensponsori kegiatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat sebagai target pembaca dan target pelaku. 

Patut disadari pula masyarakat sebagai pengguna perpustakaan ataupun pelaku perpustakaan dalam lingkungan masyarakat adalah pihak yang mengetahui kebutuhan informasi seperti apa yang ia butuhkan, untuk itu pihak pengelola maupun CSR perpustakaan perlu memperhatikan aspirasi masyarakat dalam pengembangan perpustakaan tersebut. CSR dalam perpustakaan harus aktif mengandeng masyarakat dimanfaatkan sebagai pelopor sekaligus pengelola perpustakaan di lingkungan sekitar. Perpustakaan tersebut dapat berupa perpustakaan desa, masjid, gereja dan lain sebagainya. Pendirian perpustakaan ditingkat lingkungan tersebut merupakan usaha pemerataan layanan perpustakaan dan senbagai bagian peran serta masyarakat untuk mengeliatkan minat baca.

Program Corporate Social Responsibility (CSR)  sebagai bentuk dari pemasyarakatan atau sosialisasi  perpustakaan saat ini perlu ditingkatkan, sebab hanya melalui sosialisasi perpustakaanlah upaya untuk mensosialisasikan, mempromosikan dan mempublikaiskan informasi yang ada dalam perpustakaan di suatu masyarakat tertentu dapat tersampaikan dengan baik. Dengan kata lain memasyarakatkan perpustakaaan adalah upaya untuk menempatkan perpustakaan menjadi bagian dari kehidupan dan aktifitas masyarakat, sehingga masyarakat akan mendapatkaan nilai tambah dalam hal informasi, ilmu pengetahuan dan jasa perpustakaan yang lain. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka sosialisasi perpustakaan tersebut adalah 1) Membuat papan petunjuk tentang lokasi perpustakaan, 2) Membuat brosur, pamflet atau selebaran untuk disebar di masyarakat, 3) Publikasi dan promosi melalui media cetak dan media elektronik, 4) Mengadakan berbagai kegiatan perlombaan dalam rangka sosialisasi perpustakaaan, 5) Membuka akses informasi secara luas dan terbuka untuk semua orang, serta 6) Melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk memperluas hubungan/jaringan.

Selain itu, sosialisasi perpustakaaan memiliki tujuan untuk menumbuhkan minat baca dalam masyarakat. Budaya tutur, oral dan lisan yang telah berkembang sekian lama dalam masyarakat, diharapkan bisa berubah menjadi budaya baca tulis. Suatu proses perubahan yang sangat berat dan melelahkan, yang merupakan tugas utama perpustakaan dalam masyarakat.

Disadari atau tidak perpustakaan memiliki peran yang cukup besar dalam proses pembentukan budaya baca seseorang. Bagaimana sebuah perpustakaan mampu menarik orang untuk berbondong-bondong datang ke perpustakaan, dan mampu melakukan berbagai kegiatan Information Literacy adalah hal yang cukup berat. Perpustakaan harus mampu memberikan informasi-informasi yang mampu menggugah selera masyarakat terhadap sesuatu hal yang menjadi ketertarikannya.

Minat, kebiasaan dan budaya baca seseorang, dapat terbentuk paling tidak dengan melalui 3 tahapan penting. Pertama, ada kegemaran karena tertarik akan informasi yang dikemas dengan menarik (desain, gambar dan tampilan), hingga seseorang menjadi tertarik dan mau untuk membaca. Kedua, karena informasi tentang kegemaran dan ketertarikan akan sesuatu hal telah tersedia dan dengan mudah didapatkan, otomatis seseorang akan lebih sering membaca hingga kebiasaan membaca muncul dan terwujud. Ketiga, kebiasaan membaca yang terus dipupuk dan dipelihara mengakibatkan kegiatan membaca adalah sesuatu hal yang menjadi kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi.

Oleh sebab itulah tugas divisi CSR dalam perpustakaan tidaklah mudah, perlu ide-ide yang bersifat membangun, kreatif dan produktif bagi keberlangsungan perpustakaan agar semakin eksis di masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR)  perpustakaan harus selalu berorientasi pada peran dan tujuan perpustakaan dalam mewujudkan budaya baca masyarakat. Hubungan yang harmonis antara perpustakaan dan masyarakat harus tercipta secara utuh dan menyeluruh, karena diantara keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi. Perpustakaan membutuhkan masyarakat sebagai klien abadi yang akan memanfaatkan berbagai layanan dan fasilitasnya. Sedangkan masyarakat membutuhkan informasi yang terkemas dalam layanan dan fasilitas yang ditawarkan pihak perpustakaan guna menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman dan ketrampilan. Dan pada akhirnya, informasi dan komunikasi yang efektif akan membuka dan memperlebar akses antara perpustakaan dan masyarakat. Sesuatu yang sangat mungkin untuk direalisasikan di abad sekarang, dimana perkembangan informasi dan kemajuan teknologi sudah sangat menyatu dengan berbagai kegiatan kehidupan manusia.

Corporate Social Responsibility (CSR)  perpustakaan harus mampu menarik orang untuk datang ke perpustakaan, dan mampu melakukan berbagai kegiatan Information Literacy, tentunya pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang cukup berat. Karena secara konsisten dan berkelanjutan perpustakaan harus mampu memberikan informasi-informasi yang mampu menggugah selera masyarakat terhadap sesuatu hal yang menjadi ketertarikannya. Sebagaimana penulis sebut di atas bahwa minat, kebiasaan dan budaya baca dalam masyarakat akan terbentuk jika hubungan yang harmonis antara perpustakaan dan masyarakat tercipta secara utuh dan menyeluruh. Kunci dari hubungan yang harmonis tersebut adalah informasi dan komunikasi yang efektif, yang akan membuka dan memperlebar akses diantara keduanya dan hal ini terjembatani melalui  Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perpustakaan.

Sedangkan untuk merangsang partisipasi dunia perpustakaan, kektifan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mensosialisasikan kembali UU No. 14 Tahun 1990 lebih giat lagi. Dimana, dalam pasal 2 Undang Undang nomor 14 tahun 1990 menyebutkan bahwa setiap penerbit yang berada di wilayah Republik Indonesia, wajib menyerahkan 2 (dua) buah cetakan dari setiap judul karya yang dihasilkan dan sebuah kepada perpustakaan daerah di Ibu Kota Provinsi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah terbit. Apabila setiap penerbit memiliki kesadaran untuk mematuhi undang-undang tersebut maka, hal ini dapat menekan biaya pengadaan serta memperkaya koleksi perpustakaan. Kemutahiran koleksi perpustakaan akan terus terjaga karena setiap publikasi terbaru penerbit selalu dimiliki perpustakaan.

Sebenarnya, melalui undang-undang ini, pihak penerbit lebih diuntungkan dilihat dari faktor promosi, sebab dengan menyerahkan buku ke perpustakaan, maka akan banyak pengunjung yang mengetahui adab publikasi buku baru karena perpustakaan selalu mendisplay koleksi baru mereka. Selain itu akan banyak pengunjung perpustakaan yang membaca buku tersebut. Dan apabila setelah membaca masyarakat menilai buku tersebut berkualitas, maka meraka akan segera ke toko buku untuk membeli buku tersebut. Dengan demikian maka omset penjualan akan meningkat.

Melihat potensi-potensi di atas, sudah saatnya perpustakaan, pemerintah daerah, masyarakat, pelaku dunia usaha dan industri perbukuan bergandengan tangan guna membangun perpustakaan. Perpustakaan merupakan sarana belajar yang diciptakan dan tercipta oleh dan untuk masyarakat. Untuk itu sudah sepantasnya apabila seluruh masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan perpustakaan sesuai dengan kapasitas masing-masing. Dengan partisipasi ini, maka berbagai hambatan yang selama ini dirasakan perpustakaan, terutama masalah keterbatasan ada akan semakin berkurang. Dengan demikian, masyarakat akan segera memiliki perpustakaan yang mampu menjadi sarana belajar ideal bagi seluruh lapisan masyarakat. 

Kemudian, ada cara lain pihak Corporate Social Responsibility (CSR) perpustakaan dalam mengaet masyarakat, yakni dengan secar aktif memberikan apresiasinya melalui bantuan sosial yang berupa buku-buku atau juga dalam bentuk kucuran dana terhadap perpustakaan yang dikelola masyarakat. Meskipun dana yang disumbangkan bernilai kecil namun hal tersebut merupakan wujud apresiatif yang diberikan pihak perpustakaan terhadap masyarakat yang mengelola perpustakaan secara mandiri, tentunya kegiatan seperti ini haruslah bersifat kontiyuitas dan dianggarkan dalam anggaran keuangan perpustakaan.

Disadari atau tidak masalah anggaran perpustakaan selalu menjadi topik utama dalam setiap rapat anggaran. Karena di era otonomi ini, maju atau mundurnya perpustakaan berada pada otoritas pemerintah daerah.  Masalah pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Apabila pemerintah daerah setempat memiliki apresiasi tinggi terhadap perkembangan perpustakaan, maka pemerintah daerah bersangkutan akan mengalokasikan dana yang memadai bagi perpustakaan. Dan sebaliknya, apabila pemerintah daerah tidak memiliki apresiasi terhadap perpustakaan daerah maka perpustakaan akan berada pada kondisi “ mati segan hiduppun enggan”.

Untuk itu agar pengembangan perpustakaan tidak tergantung pada pemerintah daerah, maka pengelola perpustakaan dapat mengoptimalkan eksistensi masyarakat dalam pembangunan perpustakaan di daerah. Masyarakat dapat didorong untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan pengelolaan perpustakaan. Dengan adanya partisipasi masyarakat ini akan meringankan beban pembiayaan yang ditanggung pemerintah daerah. Dan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai ujung tombak perpustakaan harus dapat menjembatani kepentingan tersebut.

Corporate Social Responsibility (CSR) haruslah giat-giat mencari donator untuk pengembangan potensi minat baca masyarakat melalui perpustakaan, salah satunya dengan memanfaatkan dunia usaha dan industri perbukuan yang merupakan potensi dalam pengembangan perpustakaan. Untuk menarik minat dunia usaha agar berpartisipasi dalam pengembangan perpustakaan, perpustakaan dapat mengajukan proposal kerja sama dengan konsep sponsorship. Perpustakaan mengirimkan proposal kerja sama tersebut kesetiap pelaku dunia usaha dan industri di daerah, dan bagi mereka yang bersedia bekerjasama maka perpustakaan memberikan ruang publikasi bagi pelaku dunia usaha bersangkutan. 

Melihat berbagai manfaat yang diberikan buku, dapat kita lihat sekarang tak jarang perusahaan yang menjalankan aktivitas sosial perusahaan dengan cara membagi-bagikan buku kepada pihak yang memang memerlukan. Sebut saja salah satu program CSR yang diadakan oleh perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Perusahaan telekomunikasi tersebut memberikan apresiasi sebagai bentuk rasa kepedulian pada masyarakat, dengan ikut mengembangkan dan meningkatkan minat membaca dengan menyerahkan bantuan kepada sebuah yayasan perpustakaan.

Apabila dilihat dari kepentingan perusahaan swasta yang juga memiliki rasa kepedulian sosial kepada masyarakat dalam bidang apa saja, maka Corporate Social Responsibility (CSR) haruslah jeli melihat hal ini. Sebagaimana diketahui perpustakaan merupakan sumber ilmu masyarakat yang pada akhirnya akan membantu masyarakat dalam pengentasan buta aksara, maka pihak perpustakaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) harus pintar-pintar bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk melakukan satu program kepedulian sosial, misalnya program gemar membaca atau program pameran buku dan elektronik, atau festival buku nusantara dan lain-lain.

Apabila kondisi perpustakaan umum semakin membaik dan didukung partisipasi aktif  keluarga serta sekolah dan masyarakat dalam pembinaan minat baca, maka secara perlahan minat baca masyarakat akan semakin meningkat. Dari tahun ke tahun kesadaran masyarakat untuk membaca akan semakin meningkat, sehingga membaca akan menjadi kebutuhan bagi masyarakat kita.  Dengan demikian maka tidak perlu lagi penetapan bulan september sebagai bulan gemar membaca karena setiap hari masyarakat sudah gemar membaca.

Dapat disimpulkan bahwa perpustakaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) dipastikan akan mampu mengangkat perpustakaan dalam masyarakat yang masih pasif menjadi aktif dan kreatif sekaligus berdaya guna lebih terhadap eksistensi perpustakaan itu sendiri. Oleh sebab itulah tidaklah muluk-muluk jika saya secara personal mewakili teman-teman yang suka membaca menginginkan kemajuan perpustakaan khususnya di wilayah Belitung Timur provinsi Bangka Belitung ini, apabila dengan sosialisasi gemar membaca belum membuahkan hasil maka, dengan menciptakan iklim perpustakaan yang nyaman, kreatif dan inovatif dan tentunya sangat berbeda dari yang biasanya maka dengan sendirinya masyarakat yang tadinya malas untuk masuk perpustakaan menjadi rajin berkunjung, dan perpustakaan yang dikelola masyarakat akan semakin banyak yang tumbuh dan berkembang. 

Hal ini dapat terwujud dari kerja keras pihak CSR perpustakaan yang pro aktif mengembangkan perpustakaan secara lebih profesional dan dapat dihandalkan, baik melalui program sosilisasi maupun program-program kesosialan yang lain. Kemudian untuk meningkatkan minat baca kalangan siswa dan pemangku pendidikan maka sangatlah dibutuhkan suatu wadah kreatifitas perlombaan yang berkenaan dengan buku, perpustakaan dan sejenisnya. Selain dapat meningkatkan kompetensi siswa dan masyarakat untuk menulis juga secara tidak langsung akan meningkatkan minat/gemar membaca diperpustakaan. Otomatis kualitas Sumber Daya Manusia masyarakat akan meningkat pula sejalan dengan makin banyaknya masyarakat membaca buku-buku, majalah ataupun surat kabar. Karena buku adalah jendela dunia, buku dapat menjembatani manusia untuk menjelajahi dunia, dan segala seluk beluknya.

Semoga Artikel : Aktualisasi Program CSR Bagi Perpustakaan dan Masyarakat, dapat menjadi cerminan wajah perpustakan di wilayah kita masing-masing, sekaligus mampu menjadi motivator untuk lebih maju dan inovatif lagi, mari bersama kita tingkatkan minat baca masyarakat untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.


Posting Komentar untuk "Artikel : Aktualisasi Program CSR Bagi Perpustakaan dan Masyarakat"