Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

cerita rakyat bangka belitung : kik utan

cerita rakyat bangka belitung : kik utan - Di lingkungan masyarakat Belitung Timur terdapat suatu kisah yang menjadi pembicaraan masyarakat pada kehidupan sekarang terutama di daerahnya Desa jangkar Asam, yakni Ki Utan. Kisah ini terjadi ketika penjajah belanda masih menguasai nusantara, salah satu daerah nusantara yang dijajah itu adalah Belitung Timur tepatnya Desa Jangkar Asam. Keadaan desa begitu memprihatinkan, masyarakat hidup serba kekurangan. 

cerita rakyat bangka belitung : kik utan

Berkebun, berburu ke hutan adalah mata pencarian utama. Semua itu dilakukan dengan penuh kebahagiaan.  Dahulu kala hiduplah seorang yang sangat renta di daerahnya Yasin bin Hasyim atau, khususnya Desa Jangkar Asam. 

Yasin bin Hasyim dan keluarga tinggal di sebuah gubuk tua di kawasan Gunung Langsat (Jangkar Asam). Menurut orang kebanyakan di kampungnya Yasin bin Hasyim sangat penyayang dan dihormati dikampungnya. Dia dianggap mempunyai kelebihan yang tidak biasa dari masyarakat lainnya. 

Hal itu pun sampai terdengar ditelinga para orang-orang Belanda yang berada di desa itu. Mereka merasa terganggu dengan kekuatan yang dimiliki Yasin bin Hasyim mungkin suatu saat dia akan mengacau pemerintahan Belanda menurut para pejabat penjajah tersebut. Kekuatan Yasin bin Hasyim yang didengar dan ditakuti oleh penjajah itu adalah kebal terhadap senjata apapun. 

Oleh karena ilmu kebal yang dimilikinya itu. Tidak ada yang tidak kenal dengannya dan menghormatinya, namun kesehariannya kakek yang renta ini tidak sombong dengan anugerah yang dimilikinya. Dia sama sekali tidak pernah dan tidak terpikirkan untuk memperoleh kekuasaan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya tersebut. 

Ia masih sangat bersyukur dengan apa yang dimilikinya. Dia hanya membuka lahan di hutan, bekerja sebagai petani musiman yang hanya bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari. Dia mengaku lebih senang dan tenteram jika hidup seadanya. Dan semua itu memang benar adanya. 

Meskipun demikian para penjajah tetaplah tidak suka dengan yang namanya Yasin bin Hasyim. Berbagai cara dilakukan untuk menyingkir orang yang ditakuti tersebut. Namun karena pertolongan Yang Maha Kuasa beberapa kali Yasin bin Hasyim mendapat keselamatan.

Suatu ketika di hari yang cerah, dan tetap seperti biasanya Yasin bin Hasyim  bersama Isteri dan anaknya berkebun menanam dan mengambil hasil yang ada dikebunnya. Tak seperti biasanya sang suami melihat sang isteri melamun diperapian. “Ada apa Mak, kenapa kurang sehat” sahut sang suami. 

Sang Isteri pun beranjak dari perapian tersebut dan mendekati sang suami dan berkata “tidak ada apa-apa pak”. “Kalau begitu bagaimana kita istirahat dulu karena hari ini begitu panas lain seperti hari sebelumya” kata sang suami. Sambil meneguk segelas air putih dan memakan sepotong singkong rebus, tiba-tiba sang isteri berkata “kenapa ya Pak dada saya berdegup kencang.”

Selama ini saya tidak pernah merasakan hal seperti ini. Suami pun tersenyum sambil becanda, nanti juga baik. “Sudah jangan terlalu dipikirkan” ujar suami. Namun begitu sang isteri tetaplah merasa gelisah apa yang dialaminya itu. 

Tak terasa matahari redup dan memancarkan cahaya merahnya senja pun menjelang suami dan isteri pun bersiap untuk kembali kerumah. Di perjalanan pulang terlihat oleh keduanya banyak orang berlarian seperti menghindari sesuatu dan terlihat wajah yang begitu ketakutan. 

Untuk bertanya pun tak sempat, semua terlihat terburu-buru menyelamatkan diri masing-masing. Di saat suami isteri tersebut tak lepas dari keheranan terdengar suara dari kejauhan “Belanda, polisi, lari”. Mendengar itu mereka pun tersadar dan mempercepat langkah mereka. 

Tidak sempat untuk berbicara dari benak mereka berdua sudah dapat menyimpulkan kalau terdengar kata Belanda tentulah tidak menyenangkan karena hal itu sering terjadi menimpa keluarga Yasin bin Hasyim yang tidak disukai oleh penjajah. Sesampai di rumah, mereka menutup rapat-rapat pintu dan melepas lelah dengan setegukan air putih yang menyejukkan. 

Diselah melepas lelah tersebut sang isteri berucap “mungkin dadaku yang berdegup kencang tadi siang itu Pak ya”. “Yang mana” tersenyum. “petanda kejadian sore tadi”. “Sudah Mak kita tidur bapak capek”. Di malam itu mereka pun terlelap, tak disadari di dalam hening malam itu sang isteri digeluti kegelisahan yang amat sangat, tak berhenti-hentinya tubuhnya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri bahkan dia terjaga dari tidurnya. 

Tubuhnya basah dengan keringat padahal cuaca malam itu sejuk bahkan suhunya dingin. Dia pun melirik dan terus-menerus menatap dan memperhatikan suaminya yang terlelap tidur karena kecapaian setelah bekerja siang tadi. Sang isteri menyadari bahwa dia bergelut dengan firasat buruknya. 

Sesekali dia mengelus-elus paha sang suami, karena letih suami tak terbangun dari tidurnya. Firasat buruk itu terus menggelayuti pikirannya, dia merasa malam ini akan terjadi sesuatu. Tak lama hal yang dikwatirkan isteri terjadi juga. 

Terdengar suara derap langkah kaki tegap mengelilingi rumah kecil mereka. Suara bisikan bahkan teriakan terdengar jelas ditelinga sang isteri. Sang isteri mendorong badan suaminya tersebut. 

Saat Polisi Belanda mendobrak pintu reot rumah mereka dengan terkejut dan spontan sang suami membalikkan dan meloncat menggapai sebuah pedang yang dekat dengan dirinya. Pedang itu memang disiapkan untuk kejadian yang tidak diharapkan seperti malam ini. Suara desingan peluru meramaikan kejadian di rumah Yasin bin Hasyim beserta isteri. 

Sesekali pedang Yasin bin Hasyim terkena peluru yang dilepaskan Polisi Belanda. Jurus-jurus bela diri yang dikuasai Yasin bin Hasyim diperagakan. Sang isteri berteriak ketakutan dan bersembunyi dibawah ranjang bambu yang tua sembari berdoa untuk keselamatan mereka. Tidak disangsikan Yang Maha Kuasa menciptakan manusia dengan berbagai kelebihan dan kekurangan, karena dengan tubuh yang sudah renta tersebut Yasin bin Hasyim tidak dapat berlama-lama menahan serangan Polisi Belanda. 

Saat dalam keadaan lengah sebuah peluru melesat cepat tepat kearah Yasin bin Hasyim dan akhirnya menancap tepat dipaha yang sempat dielus-elus oleh isterinya. Yasin bin Hasyim pun menahan rasa sakit yang dideritanya tersebut. Dengan sisa tenaga yang dimilikinya tersebut dia membalikan ranjang bambu tempat persembunyian isterinya dan menggenggam tanggan isterinya dan melompat keluar melalui pintu belakang. 

Mereka terus lari meninggalkan tempat terburuk tersebut. Kejaran Polisi Belanda memaksakan mereka terus berlari memasuki hutan tempat yang aman untuk bersembunyi. Selang beberapa saat, akhirnya Yasin bin Hasyim bersama isteri keluar dari persembunyiannya. 

Paha yang terkena peluru tersebut sudah tidak terlalu dipikirkan lagi. Aneh, paha yang terkena peluru tersebut tidak mengeluarkan darah dan hanya tertancap dipaha Yasin bin Hasyim. Sang isteri heran dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas keselamatan suaminya tersebut. 

Namun hal itu tidak membuat bangga isterinya dan suaminya karena akan menimbulkan sesuatu yang besar di lingkungan masyarakatnya.Yasin bin Hasyim pun memutuskan untuk bertemu sahabanya Ki Bulat namanya, dia adalah sahabat yang sangat berpengaruh bagi Yasin bin Hasyim dan mengetahui apa saja kehidupan pribadinya. Saat sampai di rumah Ki Bulat, Yasin bin Hasyim dan keluarga disambut dengan suka cita dan saling berpelukan. 

Dari awal Ki Bulat melihat keganjilan dengan tubuh sahabatnya itu, saat memasuki rumah kondisi tubuh mereka sangat lusuh, khususnya Yasin bin Hasyim berjalan terpincang. Ki Bulat pun bertanya “ada apa dengan kakimu wahai sahabatku”. Dengan rasa yang tidak canggung lagi terhadap temannya itu, diangkatlah sarung yang menutu luka tersebut. “Ha…”tawa Ki Bulat membahana. “Bisa juga kau terluka” canda Ki Bulat. Meskipun begitu tetaplah Ki Bulat mengambil tindakan yang serius untuk menyelamatkan temannya tersebut.

Berbagai cara dilakukan tanpa hasil. Namun peluru sulit dikeluarkan dari paha Yasin bin Hasyim. Dengan usaha yang pantang menyerah disertai dengan doa-doa keyakinan dari Ki Bulat, akhirnya peluru itu dapat dikeluarkan dengan cara memahat sekitaran paha yang tertancap peluru tersebut. Pemahatan itu lakukan karena kulit dan daging Yasin bin Hasyim terasa seperti besi kerasnya. Pisau dan parang pernah digunakan namun apa daya semuanya patah tak berbentuk.

Beberapa hari telah di lewati Yasin bin Hasyim dan keluarga tinggal di rumah sahabatnya itu. Setelah dirasakan lebih baik dari kondisi sebelumnya Yasin bin Hasyim berpamitan untuk meninggalkan rumah Ki Bulat. Hal ini dilakukan Yasin bin Hasyim tidak mau teman karibnya terlibat kasus yang menimpa dirinya. 

Dia takut kalau-kalau orang yang membantu dirinya akan sama diperlakukan Polisi Belanda, dianiyaya bahkan dibunuh. Namun Ki Bulat tidaklah takut, dia tetap menawarkan tumpangan untuk tempat berlindung temannya. Yasin bin Hasyim pun tetap menolak, dengan berbesar hati Ki Bulat pun melepas kepergian teman akrabnya itu. Terlihat dari kejauhan oleh Ki Bulat, temannya yang bernama Yasin bin Hasyim masuk ke dalam hutan yang lebat diikuti oleh keluarganya demi menghindari kejaran Polisi Belanda. 

Beberapa tahun kemudian, tampak jelas suasana desa damai dan tenang, semenjak peristiwa itu. Entah bagaimana kabar Yasin bin Hasyim dan keluarga tak seorang di kampong itu pun mengetahui keadaannya. Rumah yang ditinggali keluarga Yasin bin Hasyim itu pun sudah ditumbuhi ilalang setinggi pohon seruk. “Kasihan sekali” celetuk Ki Bulat mengingat sekilas peristiwa lima tahun yang lalu. 

Dengan tergesa-gesa dia kembali ke rumahnya. Sesampai di rumah, isterinya bertanya “kenapa tergesa-gesa seperti dikejar hantu?” Berkatalah Ki Bulat “saya harus mencari teman saya, keadaan kampong sudah aman tersangkanya sudah ditangkap Polisi Belanda, jadi saya harus memberitahukan Yasin bin Hasyim”. Sang isteri pun mengerti dan kemudian mempersiapkan yang dibutuhkan suaminya itu untuk beberapa hari kedepan.

Beberapa hari pun berlalu, Ki Bulat menjelajahi seluruh hutan yang ada di desa tersebut. Perbekalan yang sudah disiapkan oleh sang isteri pun habis, tidak ada kekhawatiran yang terlihat di wajahnya karena dia selalu bermunajat kepada Yang Maha Kuasa untuk segera dipertemukan dengan temannya yang dia sayangi seperti saudaranya sendiri. Dengan keadaan tubuh yang tidak terawat, luka di sekujur badan yang  tidak dipedulikan lagi dia terus melangkah. 

Namun tubuh seseorang diciptakan ada batasnya pula, Ki Bulat roboh dengan kesadaran yang masih cukup baik. Dengan tubuh yang tidak bisa lagi digerakkan Ki Bulat pun hanya bisa terbaring di bawah pohon rindang yang tumbuh di dalam hutan yang belum terjamah. Beristirahatlah dia sambil memulihkan tubuhnya. 

Saat badan diistirahatkan samar-samar dia mendengar obrolan laki-laki dan perempuan serta tercium harumnya masakan yang ada di dalam hutan. Dia pun merasa senang bahwa dirinya tidaklah sendiri. Dia pun berteriak meminta tolong. Selang beberapa saat muncullah pemuda yang menghampirinya. 

Ki Bulat pun tersenyum dan dibawalah Ki Bulat menemui Yasin bin Hasyim. Betapa bahagianya mereka.terutama bagi Ki Bulat yang sudah bersusah payah mencari sahabatnya itu. Dirawatlah Ki Bulat sampai sehat oleh keluarga Yasin bin Hasyim. 

Sekembali sehatnya badan Ki Bulat, dia berkata “wahai sahabatku kembalilah kekampung, keadaan sudah lebih baik, tuduhan terhadapmu sudah ditiadakan”. “Tuduhan apa” jawab Yasin bin Hasyim. “Begini kawan, tuduhan itu tentang terbunuhnya seorang pemuda yang sedang mengadu kasih di sebuah pondok di lading”. 

Ki Bulat merasa kasihan dengan temannya yang sudah difitnah membunuh pemuda tersebut. Yasin bin Hasyim merasa pasrah dengan kehidupan yang dijalaninya. Semenjak itulah Yasin bin Hasyim mendapat sebutan Ki Utan, karena hidup berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lainnya. 

Tetapi tetap hidup rukun tak ada masalah yang berbelit-belit dan bertahan lama. Sangat bencinya dia sama penjajah Belanda, pada saat ajalnya tiba penduduk penduduk menyebutkan kuburan Ki Utan tidak digali menggunakan cangkul. Karena cangkul pada saat itu dibuat oleh orang Belanda. Sampai saat ini Ki Utan masih dikenal di daerah Jangkar Asam dan sekitar. Keturunan beliau pun masih ada di Desa Jangkar Asam. 

Terimakasih atas partisipasinya membaca cerita rakyat bangka belitung : kik utan, semoga kalian terhibur

Posting Komentar untuk "cerita rakyat bangka belitung : kik utan"